Tulisan itu tetap ada

Diskusi dengan masyarakat yang mengetahui adanya gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh 10 Advokat melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Maka kami berbalik ingin mengetahui, apa sih respon / reaksi masyarakat dan akibat langsung atau tidak langsung yang dialami oleh masyarakat sehubungan dengan munculnya komentar di twitter oleh Bpk. Denny Indrayana yang secara khusus membuat #AdvokatKorup.

Rupanya pertanyaan ini cukup mengejutkan seorang wartawan yang meliput, dia sendiri secara spontan menerangkan bahwa, twitter itu sesungguhnya sangat berhasil, karena dengan adanya komentar #AdvokatKorup, masyarakat semakin malas bahkan enggan berhubungan dengan advokat bahkan menggunakan jasa advokat. Loh... kenapa? masyarakat memandang lebih praktis untuk berhubungan langsung dengan petugas aparat penegak hukum, ketimbang melalui advokat, karena pada akhirnya harus 2 [dua] kali bayar] - wuih sedap, seperti tiket masuk ke ranah hukum!

Sungguh menyedihkan reaksi masyarakat ini yah, dan si-pembuat komentar apakah berfikir, betapa sulit seorang advokat ketika baru merintis profesinya sejak awal di masyarakat, mencoba meraih kepercayaan masyarakat melalui pemberian jasa hukum, kemudian meng-advokasi bahwa hukum itu adalah baik untuk dipatuhi dan diterapkan, dimana untuk menebarkan benih kepercayaan ini kepada  masyarakat [klien], tidak bisa dilakukan dengan cara yang singkat, mudah dan biaya yang kecil, bahkan tidak seperti semudah meng-klik sebuah 'mouse' agar sebuah software tersekusi secara otomatis, agar masyarakat [klien] dapat mempercayai nasibnya untuk diurus dan diselesaikan oleh Advokat secara profesional. Sadar atau tak sadar, citra advokat dengan munculnya #AdvokatKorup semakin menurunkan kepercayaan masyarakat [klien] sebagai pangsa resmi pengguna jasa advokat [tapi apakah hal ini sampai di otak pembuat komentar]... wah ga tau deh...

Sebagaimana kita ketahui Advokat bukanlah PNS [pegawai negeri sipil] bahkan dalam menjalankan profesinya Advokat DILARANG menjabat / menjadi PNS, sehingga tidak mungkin Advokat menerima gaji dari pemerintah secara pasti setiap bulan [tentu hal ini juga dialami oleh rekan-rekan advokat muda, yang harus terus gigih mempertahankan kehormatan profesi di hadapan publik maupun pertanggung-jawabannya kepada klien, sejak awal].

Hal ini juga yang melatar-belakangi kami [begitu juga secara pribadi saya] berjuang untuk mempertahankan cercaan #AdvokatKorup di cyber-space. Betapa mudah kita menyampaikan permintaan maaf, namun tak diiringi dengan 'tindakan-penghapusan-komentar' apakah ini makna sebuah permintaan maaf ? dan membiarkan 'bekas-cercaan' terus terpampang dan dilihat publik di cyber-space? silahkan anda yang menilai & mencermati.

Untuk itu kembali kami berpesan, hendaknya ketika masyarakat berhadapan dengan hukum [baik itu perdata maupun pidana, atau lingkup hukum apapun] tidak mempercayai nasibnya kepada aparat penegak hukum yang tidak berperan / berpihak kepada anda selaku pencari keadilan, tetapi hendaknya masyarakat memilih Advokat, yang berdasarkan Undang-Undang dibenarkan untuk membela, mendampingi, mewakili dan/atau memberi jasa-jasa hukum terhadap hak maupun kewajiban anda selaku pencari keadilan. Karena hanya Advokatlah satu-satunya profesi yang paling bebas bersentuhan langsung dengan masyarakat, semoga bermanfaat.