Dokumen Persidangan Diajukan Melalui Media Elektronik


Cyber-Case & Data Elektronik

Tanggal 15 Januari 2013Sidang perkara gugatan perbuatan melawan hukum, antara 10 Advokat Vs Denny Indrayana kembali dibukadan dinyatakan terbuka untuk umum oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili Perkara No. 514/Pdt.G/2012. Sidang yang dijadwalkan pada pukul 09:00, para Penggugat telah hadir sejak pukul 09:00 bahkan pula ada yangtelah tiba pukul 08:00 [karena bertempat tinggal jauh di Teras Kota Bumi Serpong Damai], dan Kuasa Hukum Tergugat baru hadir dan bisa memulai persidangan padap pukul 12:55, sehingga persidangan dimulai kurang lebih pukul 13:00.

Uraian waktu diatas, kami tidak bermaksud menceritakan adanya [dugaan] ketidak-disiplinan para kuasa hukum Tergugat untuk menghadiri jadwal / waktu persidangan sebagaimana biasa dilakukan. Karena dari para penggugat sendiri, ada pula yang telah hadir dan terpaksa tidak menghadiri persidangan, karena telah terlalu lama menunggu kuasa hukum Tergugat, seperti Penggugat-4 & Penggugat 6 pada pukul 12:00 harus meninggalkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena keduanya harus bertugas di pengadilan negeri lain, demikian pula Penggugat-9 terpaksa harus meninggalkan pengadilan karena pada pukul 15:00 harus berada Bandara Soekarno Hatta untuk bertugas ke negara lain, yang kesemuanya memberikan Surat Kuasa Khusus melalui Email untuk disampaikan kepada Majelis Hakim.

Apa-sih esensi yang ingin disampaikan dari fakta diatas?
Sesungguhnya perkara ini muncul dari adanya interaksi yang tercipta melalui cyber-space yaitu interaksi yang muncul di internet sehubungan adanya dugaan perbuatan melawan hukum dalam menggunakan account twitter.

Karena tidak ada atau belum adanya pengadilan di Indonesia yang diselenggarakan melalui cyber-space dan/atau setidaknya persidangan yang dapat dilakukan dengan menggunakan dan/atau menggunakan data-elektronik, maka tak ada cara lain bagi Para Penggugat, selain mengajukan gugatan secara konvensional yaitu melalui Pengadilan Negeri dalam bentuk Gugatan Perdata Perbuatan Melawan Hukum, berdasarkan hukum acara perdata Republik Indonesia yang masih menggunakan Staatblad-1941-47 yang dikenal dengan nama HIR [Het Herziene Indonesisch Reglement atau disingkat HIR] atau Reglemen Indonesia Yang Diperbarui.

Sesuai fakta bahwa dugaan PMH yang dilakukan Tergugat dilakukan melalui twitter [yang terdapat di internet], dan sebagaimana kita ketahui bahwa perkembangan teknologi, demikian pula penyebaran data elektronik di era sekarang ini sudah sedemikian canggih, dapat disebarluaskan data menembus ruang, waktu dan batas teritorial dalam waktu sangat cepat. Berdasarkan fakta ini-lah kami menggagas agar Pengadilan-pun meng-akomodir [mempersiapkan sebuah model] persidangan untuk memeriksa dan mengadili perkara yang terjadi di cyber-space agar berkenan

menerima berbagai penyerahan dokumen dalam bentuk elektronik yang
diperoleh melalui cyber-space sebagai suatu bagian atau proses
persidangan yang sah

Misalkan, dalam suatu penyerahan-penyerahan dokumen persidangan seperti jawaban, replik, duplik, bukti-bukti [tertulis yang bersifat elektronik], dapat diserahkan melalui email, yang dikirim oleh para pihak kepada Majelis Hakim, Panitera dan Pihak yang bersengketa, dan untuk menjaga keabsahan bahwa persidangan ini terbuka untuk umum, selanjutnya dokumen tersebut di-upload [misalkan] melalui website Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dibandingkan penyerahan [pertukaran] dokumen yang dilakukan secara konvensional [dibuat diatas kertas] dan harus diserahkan di ruang sidang di Pengadilan, metode seperti ini akan memakan waktu sangat lama [seperti contoh diatas, hanya untuk menunggu kuasa hukum tergugat menyerahkan berkas Jawaban dipersidangan yang berlangsung beberapa menit], sedang untuk penyerahan dokumen-hukum melalui media elektronik hanya akan memakan waktu beberapa detik tanpa perlu menunggu.
Karena sedemikian lamanya prosedur persidangan 'disebabkan berbagai alasan yang pada akhirnya persidangan ditunda' maka bukti elektronik-pun akan terkesan hambar ketika diajukan ke persidangan, karena sudah sedemikian banyak informasi elektronik seputar hukum yang beredar di internet [sebagai catan : gugatan didaftarkan Para Penggugat pada tanggal 13 September 2012, dan hingga tanggal 15 Januari 2013 baru memasuki tahap sidang ke-tiga dengan 1 kali penundaan dari Kuasa Hukum Tergugat].

Model pengajuan dokumen persidangan perdata dalam bentuk elektronik ini kami sampaikan dengan pertimbangan bahwa :

  1. Perselisihan hampir sepenuhnya atau sebagian besar terjadi di cyber-space, bahkan [nyaris] tidak pernah diantara para pihak berselisih di dunia nyata, namun memiliki hubungan hukum tercipta karena interaksi melalui https://twitter.com/ 
  2. Data, baik itu data tertulis, rekaman video, maupun informasi lain sepenuhnya memang berasal dan/atau tersedia, tersimpan dan dapat diakses hanya melalui internet.
  3. Dengan terus dilaksanakannya persidangan secara konfensional, hukum acara perdata akan tidak seiring dalam mengikuti perkembangan & pemanfaatan teknologi secara bijaksana, hanya menyita waktu & tahapan persidangan, hukum akan semakin tertinggal jauh & tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi, memakan biaya yang cukup besar bagi para pihak yang bersengketa.

Melalui tulisan ini pula kami mengajak dan menghimbau Advokat agar tidak lagi menyatakan dan mengakui dirinya mengalami gaptek [gagap teknologi] – lihat artikel kami "menyongsong payung hukum undang-undang Informasi & Transaksi Elektronik" Buletin PERADI Vol.2 Edisi Kedua Tahun 1 Agustus 2008, karena sudah sangat banyak [bahkan jutaan] masyarakat Indonesia yang berinteraksi, bertranksi bahkan berselisih karena pemanfaatan teknologi dewasa ini [bagi kami sendiri akan sangat lucu jika seorang advokat menyatakan dirinya 'gaptek' namun menangani perkara dalam area hukum telematika]. Sekaligus pula [entah apakah mimpi ini akan terwujud] kami mengajak Advokat untuk menyongsong terciptanya cyber-court atau arbitration-court di masa mendatang, dimana peran advokat dalam pemberian jasa hukum akan membutuhkan kehandalan khusus untuk memanfaatkan teknologi informatika.

Berdasarkan uraian dan sengketa dalam perkara ini, kami berharap Majelis Hakim dan/atau Pengadilan [mana-pun] berani melakukan terobosan dengan penyelenggaraan persidangan dengan memanfaatkan data elektronik & memanfaatkan media elektronik, dengan tidak mengurangi esensi persidangan yang sesungguhnya.